ILMU NUZULUL QUR’AN

ILMU NUZULUL QUR’AN

PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita petunjuk kejalan yang benar dengan tuntunan al-Qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril.
Solawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada beliau nabi agung Muhammad saw. Yang telah mengajarkan kepada kita, bagaimana cara menyembah-Nya.
Pada kesempatan yang baik ini, kami telah menyusun sebuah makalah yang berjudul ilmu nuzul al-Qur’an, yang mana pada pembahasan kali ini telah kami uraikan beberapa hal, diantaranya  yaitu pengertian ilmu nuzul al-qur’an, awal turunya wahyu, wahyu pertama dan terakhir, tempo nuzul al-qur’an, fase nuzul, hikmahnya dan sebagainya.
Di dalam penulisan makalah ini, tentunya terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam kami mengupasnya, maka untuk membenahinya, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dan kami hargai.


BAB II
PEMBAHASAN

A.II. PENGERTIAN ILMU NUZULUL QUR’AN
Di pandang dari  segi bahasa “nuzul” barasal dari kata nazal-zanyilu-nuzulan artinya turun. Sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang membicarakan tentang proses pemberitaan atau penyampaian ajaran yang terkandung di dalamnya.
Nuzulul al-qur’an yang dalam bahasa indonesia diartikan sebagai proses turunya al-Qur’an perlu dipahami secara proporsional agar tida menjadi pemahaman yang keliru bahwa turunya al-Qur’an mempunyai ekuivalensi dengan proses turunya suatu benda atau materi yang mempunyai berat jenis. Dalam kaitanya turunya al-Qur’an sering disebut dengan kata-kata seperti nuzul (turun), nizal (menurunkan), tanazul (hal turun), tanzil (proses penurunan) dan munazil (yang diturunkan). Perlu diketahui bahwa setiap kata mempunyai dua fungsi makna dasar.  Sedangkan makna relasionalnya dapat diikuti uraian berikut ini:
Azzarqani menjelaskan bahwa kata nuzul dan padananya mempunyai makna dasar “perpindahan sesuatu dari atas kebawah atau suatu gerak dari atas kebawah”. Menurut dua bahasan tersebut memang tidak layak diberikan untuk maksud diturunkanya al-Qur’an oleh Allah, karena keduanya hanya lebih tepat dan lazim dipergunakan dalam hal yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi mempunyai berat jenis tertentu. Sedangkan al-qur’an bukan semacam benda yang memerlukan tempat perpindahan dari atas kebahawah, baik al-qur’an yang berkaitan dengan kalimat-kalimat ghaib dan azali (kalam nafs) maupun al-qur’an yang mengandung lafadz yang mengandung i’jaz itu. Jadi al-qur’an tidak turun dari atas kebawah. Yang benar adalah memahami bahwa kata nuzul itu bersifat majazi, yakni pengertian nuzul al-qur’an bukan tergambar dalam wujud perpindahanya al-qur’an, atau al-qur’an itu turun dari atas ke bawah, tetapi harus dipahami sebagai pengetahuan bahwa al-qur’an telah diberitakakan oleh Allah SWT kepada segenap penghuni langit dan bumi dalam segala seginya. Disini terkandung maksud bahwa kata nuzulul harus di takwilkan dengan kata i’lal yang berarti pengetahuan atau pengajaran. Maka nuzulul al-qir’an berarti proses pemberitaan atau penyampaian ajaran yang terkandung di dalamnya
Dr. Ahmad as Sayyid al-Kumi dan Dr. Muhammad Ahamd yusuf al- Qasim mengatakan, bahwa nuzul mempunyai lima makna:
1. meluncurnya sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah
2. jatuh, tiba, singgah
3. tertib, teratur, urutan
4. pertemuan
5. turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus[1].

Awal turun al-Qur’an
Al-qur’an sebagai wahyu yang pertama kali turun, pada malam tanggal 17 Ramadhan thun ke-41dari kelahirannya atau 6 agustus 610 M. Maka malam  yang pertama diturunkannya al-qur’an itu disebut malam ketentuan (Lailah al qadr)[2].
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan turunya al-qur’an, diantaranya yaitu:
a. Ibnu Ishaq menetapkan tanggal 17 Ramadhan  sebagai hari pertama bagi turunya al-Qur’an dengan mendasarkan pada firman Allah SWT
QS. Al-anfal: 41
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqtƒ Èb$s%öàÿø9$# tPöqtƒ s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÍÊÈ  
41. Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

[613] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.
[615] Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616] Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.

Menurutnya, hari furqan adalah hari awal turunya wahyu. Sedangkan yang dimaksud dengan hari pertemuan dua pasukan (perang badar) adalah peristiwa yang terjdi pada tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriyyah. Kedua hari tersebut memang mempunyai persamaan, yakni tanggal dan bulan .
b. Ath-Thabari mengatakan dari Hasan Ibnu Ali awal turunya wahyu pada tanggal 17 Ramadhan karna al-qur’an sendiri menyebutkan, bahwa Allah SWT menurunkannya pada Yaum al-Furqan.



Wahyu yang pertama dan terakhir turun
Mengenai wahyu yang pertama dan atau yang terakhir para ulama’ berbeda pendapat. Diantarnya:
a. asy-Syaikhan dari  Aisyah ra[3] menerangkan bahwa yang shahih adalah surat al-‘alaq : 1-5 .
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.


b. riwayat asy-Syaikhan dari Abi Salamah ibn Abdur Rahman, menjelaskan bahwa yang pertama kali turun dari al-Qur’an adalah surat al-muddatsir.

c. Muhammad Abduh menyatakan wahyu yang pertama kali turun adalah surat al-Fatihah dengan alasan:
1. letaknya berada di urutan pertama al-qur’an
2. kandungan sisinya meliputi seluruh isi al-Qur’an
3. yang demikian sesuai dengan riwayat al-baihaqi dalam Dala’il aan-Nubuwah.


Adapun wahyu yang terakhir yang diturunkan, para ahli juga berbeda pendapat dalam memberikan pandangan:
a. jumhur Ulama menyatakan wahyu yang turun terakhir kali berupa ayat adalah surat al-maidah ayat 3:
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur äosŒqè%öqyJø9$#ur èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur èpysÏܨZ9$#ur !$tBur Ÿ@x.r& ßìç7¡¡9$# žwÎ) $tB ÷LäêøŠ©.sŒ $tBur yxÎ/èŒ n?tã É=ÝÁZ9$# br&ur (#qßJÅ¡ø)tFó¡s? ÉO»s9øF{$$Î/ 4 öNä3Ï9ºsŒ î,ó¡Ïù 3 tPöquø9$# }§Í³tƒ tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB öNä3ÏZƒÏŠ Ÿxsù öNèdöqt±øƒrB Èböqt±÷z$#ur 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4 Ç`yJsù §äÜôÊ$# Îû >p|ÁuKøƒxC uŽöxî 7#ÏR$yftGãB 5OøO\b}   ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÈ  
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[394] Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
[395] Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
[396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
[397] Yang dimaksud dengan hari Ialah: masa, Yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
[398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.

Sedangkan wahyu yang berupa surat yang turun terakhir kali adalah an-nasr:
b. an-nasa’i melalui Ikrimah dari Ibnu Abbas ra. Dan Sa’id Ibnu Jubair menjelaskan, bahwa ayat yang paling terakhir diturunkan adalah surat al-baqarah : 281
(#qà)¨?$#ur $YBöqtƒ šcqãèy_öè? ÏmŠÏù n<Î) «!$# ( §NèO 4¯ûuqè? @ä. <§øÿtR $¨B ôMt6|¡Ÿ2 öNèdur Ÿw tbqãKn=ôàムÇËÑÊÈ  
281. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).


c. al-Bukhari dari Ibnu Abbas ra, memberi keterangan bahwa wahyu yang terakhir turun adalah ayat Riba[4] (al-Baqarah :278)
bÎ) (#rßö6è? ÏM»s%y¢Á9$# $£JÏèÏZsù }Ïd ( bÎ)ur $ydqàÿ÷è? $ydqè?÷sè?ur uä!#ts)àÿø9$# uqßgsù ׎öyz öNà6©9 4 ãÏeÿs3ãƒur Nà6Ztã `ÏiB öNà6Ï?$t«Íhy 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÐÊÈ  
271. Jika kamu Menampakkan sedekah(mu)[172], Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya[173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyika
TEMPO NUZULU QUR’AN
Banyak pendapat dari ulama mengenai tempo nuzulul qur’an. Ada yang mengatakatan , 22 tahun, 2 bulan , 22 hari. Ada pula yang mengatakan 23 tahun bahkan ada pula yang mengatakan 25 tahun.  
Al-Khudlari menetapkan bahwa tempo nuzulul qur’an adalah 22 tahun 2 bulan 22 hari, yakni sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran nabi SAW hingga tanggal 9 dzulhijjah tahun kesepuluh, atau tahun ke 63 dari kelahiran nabi.

FASE NUZUL AL-QUR’AN
Secara umum fase nuzul al-Qur’an terbagi dua, masing-masing mempunyai ciri dan corak tersendiri, yakni :
Pertama: ketika nabi bermukim di mekkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, yakni 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran nabi hingga awal rabi’ul awwal tahun ke 54 dari kelahiranya. Semua wahyu yang turun pada periode ini disebut sebagai ayat-ayat makkiyah. Wahyu yang diturunkan sebanyak 19/30 atau 91 surat
Kedua: ketika nabi hijarah ke madinah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari , atau sejak awal robiul awwal tahun ke 54 dari kelahiranya hingga tanggal 9 zul hijjah. Wahyu yang turun pada periode ini disebut ayat –ayat madaniyyah. Sebanyak 11/30 atau sebanyak 23 surat.

TAHAPAN NUZULUL QUR’AN
Dipandang dari segi filosofis maupun teologis, al-qur’an diturunkan melalui tiga tahapan, yaitu:
Pertama: al-qur’an diturunkan secara keseluruhan ke lauh al-mahfud oleh Allah.
QS. Al-Buruj: 21-22

Kedua: al-qur’an diturunkan ke langit dunia (bait al-izzah) pada lailah al-Qadar secara keseluruhan.
QS. Al-Qadr: 1
Ketiga: al-qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dari langit dunia melalui malaikat Jibril as kepada nabi muhammad saw.
QS.  Al-isra’ : 106

B. TAHAPAN NUZULUL QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
Banyak dalil yang menerangkan tentang berangsur-angsurnya al-qur’an, didantarnya yaitu:
1. Riwayat al-hakim dan al-Baihaqi melalui ibnu Abbas ra:
Al-qur’an diturunkan dalam bentuk keseluruhan ke langit dunia yang berada pada tempat bintang-bintang sedangkan Allah menurunkan kepada rosulNya sebagian demi sebagian.
2. Hadis lain riwayat ath-tabrani dari ibnu Abbas ra. Juga menyebutkan:
 al-qur’an diturunkann pada lailah al-qadr dalam bulan Ramadhan kelangit dunia secara keseluruhan kemudian diturunkan secara berangsur-angsur.

C. HIKMAH NUZULUL QUR’AN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
Al-qur’an diturunkan secara tanjim karena mempunyai hikmah dan maksud yang tinggi. Di antaranya yaitu:
a. Untuk meneguhkan hati nabi muhammad dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman dari kaum musyrik.
QS. Al-Furqan: 32
b. Untuk memudahkan nabi saw. Menerima dan menghafalnya, karena al-qur’an diiturunkan secara berangsur-angsur dan tidak berupa tulisanbeliau kepada seorang nabi yang ummi[5]
c. Sebagai tahapan tasyri’ hukum-hukum samawiah.
d. Agar mudah dimengerti dan diamalkan segala isinya.
e. Untuk mencabut ‘aqidah dan syari’at yang batil secara bertahap.

D. PEMELIHARAAN AL-QUR’AN
1. Di Masa Nabi SAW
Pada masa nabi, setiap kali ada ayat yang turun nabi saw. Langsung menyuruh para sahabat pada waktu itu untuk menghafalnya, menulisnya pada batu-batu, kulit binatang, pelepah kurma dan apa saja yang bisa digunakan untuk menulis.
a. Juru tulis nabi
diantara juru tulis nabi adalah:
1. Ali Ibn Abi thalib
2. Utsman Ibn affan
3. Ubay ibn Ka’ab ra
4. Zaid ibn Tsabit al-Anshari
5. Muawiyyah ra
2. Di Masa Abu Bakar dan Umar ra
Sepeniggal rosulullah kepemimpinan umat islam digantikan oleh Abu bakar sebagai  kholifah yang pertama, pada masa beliau terjadi sesuatu peperangan yang disebut dengan perang Yamamah, yang mana pada perang tersebut banyak dari penghafal al-qur’an yang tewas dalam peperangan tersebut. Melihat kondisi yang demikian maka Umar berfikir bahwa hal itu akan menjadi bahaya bagi perkembangan umat Islam kedepan. Maka Umar mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan al-qur’an.
Setelah terjadi perdebatan, maka usul Umar diterima oleh Abu Bakar dan Zaid ibn Tsabit al-Anshari segera diperintah untuk menuliskanya.
Dalam rangka pemeliharaan al-qur’an zaid ibnu tsabit segera mengumpulkan ayat-ayat dari batu, kayu dan sebagainya untuk ditulis secara jeli dan cermat dalam lembaran-lembaran dan diikat dengan benang, disusun menurut tertib ayat dan surat sebagaimana yang telah diajarkan oleh nabi. Hasil karya tersebut diserahkan kepada Abu Bakar untuk disimpan setelah beliau wafat untaian mushaf ini dialihsimpankan Umar ibn al-khattab dan ketika Umar ra wafat menyimpanan mushaf itu dipindahkan ke rumah sayyiditina Hafsah (putri Umar ra dan Istri Nabi), hingga masa pengumpulan dan penulisan al-qur’an di zaman Ustman ra.
3. Di masa Usman ra
Pada masa Ustman ra. Keadaan al-qur’an tetap seperti sebelumnya, baik dalam pengumpulan maupun penyimpananya. Dan beliau hanya menerukan usaha tersebut yang telah dirintis olehpendahulunya.
Pada masa pemerintahan Ustman ra. Umat islam telah tersebar luas ke berbagai wilayah , maka demi menyatukan al-qur’an beliau telah membuat sebuah mushaf yang dinamakan sebagai mushaf Ustmani.




[1] Dr. Ahmad as Sayyid al Kumi dan Dr. M.A. Yusuf al Qasim, ‘Ulum al –Qur’an, Kairo: Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, 1396 H/1976 M, cet. III,h.23
[2] Baca QS. 97 al qadr:1
[3] Ma’na al qathan, Op, Cit.,h.66. wahyu yang pertama saat di gua hira
[4] Ibid,p.27
[5]As Suyuti, al itqa, I, p. 43

Post a Comment

0 Comments