BAB
I
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Eutanasia
Secara bahasa,
istilah eutanasia berasal
dari bahasa Yunani
‘eu’ yang artinya baik
dan ‘thanatos’ yang
berarti kematian, sehingga
istilah eutanasia secara singkat
dapat diartikan sebagai ‘kematian yang baik’.
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, eutanasia
berarti tindakan mengakhiri
dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yg sakit berat
atau luka parah
dengan kematian yg
tenang dan mudah
atas dasar perikemanusiaan. Sedangkan
Wikipedia menyebutkan bahwa
eutanasia berarti praktek pencabutan
kehidupan manusia atau
hewan melalui cara
yang dianggap tidak menimbulkan
rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan
dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Menurut pengertian
ini, kita dapat
membagi eutanasia menjadi
3 jenis utama, ketiga jenis
tersebut yaitu:
a. Eutanasia
agresif : atau suatu
tindakan eutanasia aktif
yaitu suatu tindakan secara sengaja
yang dilakukan oleh
dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk mempersingkat atau
mengakhiri hidup sang
pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan
yang mematikan seperti
pemberian tablet sianida atau
menyuntikkan zat-zat yang
mematikan ke dalam
tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan
tertentu.
b. Eutanasia
non agresif : atau
kadang juga disebut
autoeutanasia (eutanasia
otomatis) termasuk kategori
eutanasia negatif yaitu
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar
untuk menerima perawatan medis dan sang
pasien mengetahui bahwa
penolakannya tersebut akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dengan penolakan tersebut
ia membuat sebuah
"codicil" (pernyataan
tertulis tangan). Auto-eutanasia pada
dasarnya adalah suatu praktek
eutanasia pasif yang dilakukan atas
permintaan sang pasien itu sendiri.
c. Eutanasia
pasif : juga bisa
dikategorikan sebagai tindakan
eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat
atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan si
sakit. Tindakan pada
eutanasia pasif ini
adalah dengan secara sengaja
tidak (lagi) memberikan
bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien.
Misalnya tidak memberikan
bantuan oksigen bagi pasien
yang mengalami kesulitan
dalam pernapasan atau
tidak memberikan antibiotika kepada
penderita pneumonia berat
ataupun meniadakan tindakan operasi
yang seharusnya dilakukan
guna memperpanjang hidup pasien,
ataupun dengan cara
pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin
walaupun disadari bahwa
pemberian morfin ini juga
dapat berakibat ganda
yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif
ini seringkali secara
terselubung dilakukan oleh
kebanyakan rumah sakit (Wikipedia, 2010).
Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia
Sebagai salah
satu metode medis,
maka eutanasiapun juga
memiliki standar prosedur tertentu.
Berdasarkan Franson metode
dasar eutanasia terbagi menjadi fisik dan kimia.
a. Prosedur standar eutanasia fisik
Eutanasia secara
fisik, dilakukan dengan
melakukan tindakan-tindakan fisik
secara langsung kepada objek yang akan di-eutanasia. Eutanasia secara
fisik ini lazim
diterapkan kepada hewan,
untuk penerapannya terhadap manusia masih
belum pernah dilaporkan.
Terdapat beberapa jenis
teknik
eutanasia secara fisik,
yaitu:
1. Cervical dislocation (pemutaran leher)
merupakan metode eutanasia untuk burung atau hewan dengan bobot <125 gr,
kelinci dan rodensia dengan BB 125
gr – 1 kg. Hewan
yang akan dimatikan
harus dalam keadaan
telah dianaestesi dan tidak
boleh dilakukan pada
hewan dalam keadaan
sadar. Metode ini tidak
diperbolehkan untuk meng-eutanasia kelinci
atau rodensia dengan BB > 1 kg, anjing, kucing, ternak potong (Gambar
1).
Gambar 1.
Cervical Dislocation (Franson, www.nwhc.usgs.gov) Teknik ini
sangat efektif, cepat,
murah dan efek
terhadap tes diagnostic sangat rendah.
2. Decapitation
(perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan memotong
kepala hewan dengan
menggunakan peralatan tajam dengan
tujuan untuk memutus
kepekaan saraf tulang
belakang. Hewan yang diperbolehkan
untuk di-decapitation sama
dengan pada cervical dislocation.
3. Stunning
& exsanguinations (removal
blood) dilakukan dengan
jalan merusak bagian tengah
tengkorak agar hewan
menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan untuk
mengeluarkan darah dengan
memotong pembuluh darah utama
di bagian leher.
Teknik ini sangat
cocok untuk diterapkan pada hewan
potong (www.las.rutgers.edu) serta
hanya bias dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak
tidak diperlukan.
4. Captive
bolt atau gunshot
(www.las.rutgers.edu dan Rietveld, www.gov.on.ca), merupakan
metode yang umum
dipergunakan di rumah potong
hewan utamanya kuda,
ruminansia dan babi
(Gambar 2). Hewan dimatikan dengan
jalan menembak langsung kepalanya
apabila otaknya diperlukan untuk
tes diagnostik maka
penembakan dilakukan di
leher. Pelaksanaannya
memerlukan seorang ahli
agar tercapai kematian
yang ,manusiawi selain untuk keamanan.
b. Prosedur standar eutanasia kimia
Eutanasia Kimia yaitu
memasukkan agen toksin ke dalam tubuh dengan suntikan atau inhalasi.
Prosedur inhalasi
hanya boleh dilakukan
oleh operator yang
telah mendapat ijin untuk
menggunakan bahan kimia
karena material yang
akan digunakan sangat berbahaya bagi manusia.
Inhalasi (Gambar 3)
ditujukan untuk mematikan hewan dengan bobot < 7kg. Agen
inhalasi yang dipilih
harus menjadikan hewan
tidak sadar secara cepat.
Adapun agen yang
diperbolehkan adalah halothane,
enflurane, methoxyflurane,
nitrous oxide karena
nonflammable dan
nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat,
magnesium sulfat, KCl (www.ahn.umn.edu). Sedangkan
agen inhalassi yang
tidak boleh ddipergunakan adalah
Chloroform, gas hydrogen sianida, CO, Chloral hidrat, striknin.
(www.las.rutgers.edu dan Franson, www.nwhc.usgs.gov). Meskipun demikian pada
kenyataannya CO, chloroform
maupun ether masih
tetap dipergunakan terutama apabila
jumlah hewan yang
akan dieuthasia banyak. Gambar 4, umum dilakukan untuk eutanasia burung mencit atau tikus dalam
jumlah banyak dengan
jalan meletakkan hewan
pada kotak yang
tertutup plastic yang dialiri
gas CO2 secara
bertahap. Agen inhalasi
juga bisa dicelupkan dan
diletakkan di dalam kotak sampai hewan tidak sadar dan mati
apabila fasilitas di
bawah ini tidak tersedia.
Inhalasi dosis
lethal umum diberikan
pada hewan peliharaan
yang sudah tua yang
menderita sakit. Prosedur
ini apabila titerapkan
pada hewan percobaan kemungkinan
besar akanmempengaruhi hasil akhir penelitian serta karkasnya tidak bias
dikonsumsi.
Sedangkan eutanasia
kimia dengan teknik
suntik, lebih banyak diterapkan kepada
manusia, karena dianggap
lebih aman dan
lebih manusiawi. Teknik ini
dilakukan dengan cara
menyuntikkan zat kimia
tertentu ke
dalam tubuh pasien,
sehingga pasien tersebut
meninggal. Pada beberapa kasus,
eutanasia tidak dilakukan secara langsung, untuk mengurangi efek psikologis
bagi sang eksekutor.
Sebagai gantinya, eutanasia
dilakukan dengan mesin eutanasia. Mesin eutanasia ini digunakan untuk menyuntikkan
obat-obatan mematikan dalam
dosis tinggi, mesin
ini dilengkapi layar komputer jinjing
untuk memandu pengguna
melalui beberapa tahapan
dan pertanyaan guna memastikan
bahwa si pengguna
telah benar-benar siap
atas keputusannya tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan
bantuan mesin yang diatur dari computer (Gambar 5).
2.3 Jenis-jenis Eutanasia yang Pernah Dilakukan
Didasarkan pada
beberapa hal, eutanasia memiliki beragam jenis, ditinjau dari status pemberian
ijin, eutanasia dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Eutanasia
di luar kemauan
pasien: yaitu suatu
tindakan eutanasia yang bertentangan dengan
keinginan si pasien
untuk tetap hidup.
Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan, dan pelakunya dapat dikenakan
ancaman tindakan pidana.
b. Eutanasia
secara tidak sukarela:
Eutanasia semacam ini
adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan
dianggap sebagai suatu
tindakan yang keliru oleh
siapapun juga. Hal
ini terjadi apabila
seseorang yang tidak berkompeten atau
tidak berhak untuk
mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang
wali dari si
pasien. Namun disisi
lain, si pasien sendiri tidak memungkinkan untuk
memberikan ijin dikarenakan kondisinya, misalnya sipasien koma atau tidak sadar.
c. Eutanasia
secara sukarela : dilakukan
atas persetujuan si
pasien sendiri, namun hal
ini juga masih
merupakan hal kontroversial. Beberapa
Negara memberikan ijin untuk
eutanasia tipe yang
ketiga ini, misalnya
Belanda, namun beberapa yang lain menganggapnya sebagai tindakan bunuh
diri yang dibantu, sehingga tetap melanggar hukum.
Ditinjau
dari segi tujuannya,
eutanasia juga dibedakan
menjadi 3 (Wikipedia, 2010),
yaitu:
a. Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy
killing)
Eutanasia jenis
ini, dilakukan atas
dasar rasa kasihan
kepada sang pasien, umumnya eutanasia
jenis ini dilakukan
kepada pasien yang
menderita rasa sakit yang
amat sangat dalam
penyakitnya, sehingga membuat
orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk
melakukan eutanasia.
b. Eutanasia hewan Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusu dilakukan kepada hewan, biasanya beberapa
hewan peliharaan yang
sudah tua dan
menderita sakit berkepanjangan, membuat
si pemilik tidak
tega dan memutuskan
untuk melakukan eutanasia. Pada
kasusyang lain, beberapa
kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang
meninggal, maka barang-barang
kesayangannya harus diikutkan ke dalam
kubur, termasuk hewan-hewan
kesayangannya, sehingga
sebelum hewan
tersebut dikuburkan umumya
mereka di suntik
mati terlebih dahulu.
c. Eutanasia
berdasarkan bantuan dokter,
ini adalah bentuk
lain daripada eutanasia agresif
secara sukarela. Dilakukan
atas persetujuan sang
pasien sendiri.
Selain itu,
sebagaimana teah disinggung
di atas, berdasarkan pengertiannya, eutanasia dibagi
menjadi 3 jenis utama, ketiga jenis tersebut yaitu:
a. Eutanasia
agresif : atau suatu
tindakan eutanasia aktif
yaitu suatu tindakan secara sengaja
yang dilakukan oleh
dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk mempersingkat atau
mengakhiri hidup sang
pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan
yang mematikan seperti
pemberian tablet sianida atau
menyuntikkan zat-zat yang
mematikan ke dalam
tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan
tertentu.
b. Eutanasia
non agresif : atau
kadang juga disebut
autoeutanasia (eutanasia
otomatis) termasuk kategori
eutanasia negatif yaitu
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar
untuk menerima perawatan medis dan sang
pasien mengetahui bahwa
penolakannya tersebut akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya.
Dengan penolakan tersebut
ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan
tertulis tangan). Auto-eutanasia pada
dasarnya adalah suatu praktek
eutanasia pasif yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri.
c. Eutanasia
pasif : juga bisa
dikategorikan sebagai tindakan
eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau
langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
si sakit. Tindakan
pada eutanasia pasif
ini adalah dengan secara
sengaja tidak (lagi)
memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup
pasien. Misalnya tidak
memberikan bantuan oksigen bagi
pasien yang mengalami
kesulitan dalam pernapasan
atau tidak memberikan antibiotika
kepada penderita pneumonia
berat ataupun meniadakan tindakan
operasi yang seharusnya
dilakukan guna memperpanjang hidup
pasien, ataupun dengan
cara pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin
walaupun disadari bahwa
pemberian morfin ini juga
dapat berakibat ganda
yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif
ini seringkali secara
terselubung dilakukan oleh
kebanyakan rumah sakit .
2.4 Sejarah Eutanasia
Istilah eutanasia
pertamakali dipopulerkan oleh
Hippokrates dalam
manuskripnya yang berjudul
sumpah Hippokrates, naskah
ini ditulis pada
tahun 400-300 SM. Dalam
supahnya tersebut Hippokrates
menyatakan; "Saya tidak akan
menyarankan dan atau
memberikan obat yang
mematikan kepada siapapun meskipun telah
dimintakan untuk itu".
Dari dokumen tertua tentang eutanasia
di atasa, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh
Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia.
Sejak abad
ke-19, eutanasia telah
memicu timbulnya perdebatan
dan pergerakan di wilayah
Amerika Utara dan
di Eropa Pada
tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai
diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian
diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa Perang
Saudara, beberapa advokat
dan beberapa dokter
mendukung dilakukannya
eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung
eutanasia mulanya terbentuk
di Inggris pada
tahun 1935 dan
di Amerika pada tahun
1938 yang memberikan
dukungannya pada pelaksanaan
eutanasia agresif, walaupun demikian
perjuangan untuk melegalkan
eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun
1937, eutanasia atas
anjuran dokter dilegalkan
di Swiss sepanjang pasien
yang bersangkutan tidak
memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era
yang sama, pengadilan
Amerika menolak beberapa
permohonan dari pasien yang
sakit parah dan
beberapa orang tua
yang memiliki anak
cacat yang mengajukan permohonan
eutanasia kepada dokter
sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas
kasihan". Pada tahun 1939,
pasukan Nazi Jerman
melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu
"program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun
yang menderita keterbelakangan mental,
cacat tubuh, ataupun
gangguan lainnya yang menjadikan
hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi
T4 ("Action T4")
yang kelak diberlakukan
juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo
/ lansia.
Setelah dunia
menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada
era tahun 1940 dan
1950 maka berkuranglah
dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi
terhadap tindakan eutanasia
yang dilakukan secara tidak
sukarela ataupun karena
disebabkan oleh cacat
genetika. (Wikipedia).
Sebagaimana kita
ketahui, nazi yang
saat itu dipimpin
oleh Adolf Hitler, menganggap bahwa
orang cacat merupakan
hambatan terhadap kemajuan
suatu bangsa, sehingga secara
besar-besaran nazi melakukan
eutanasia secara paksa kepada semua orang cacat di Berlin,
Jerman.
Terdapat beberapa
catatan yang cukup
menarik terkait dengan
praktek eutanasia di beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut
sedikit uraiannya:
a. Di India pernah
dipraktekkan suatu kebiasaan
untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
b. Di
Sardinia orang tua
dipukul hingga mati
oleh anak laki-laki
tertuanya di zaman purba.
c. Uruguay
mencantumkan kebebasan praktek
eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun
1933.
d. Di beberapa Negara Eropa, praktek eutanasia
bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya
sebagai kejahatan khusus.
e. Di
Amerika Serikat, khususnya
di semua Negara
bagian mencantumkan eutanasia sebagai
kejahatan. Bunuh diri
atau membiarkan dirinya
dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
f. Satu-satunya
Negara yang dapat
melakukan tindakan eutanasia
bagi para anggotanya adalah
Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta
tindakan eutanasia atas dirinya. Ada
beberapa warga Amerika Serikat yang
menjadi anggotanya. Dalam
praktek medis, biasanya tidaklah pernah
dilakukan eutanasia aktif,
akan tetapi mungkin
ada praktek-praktek medis yang
dapat digolongkan eutanasia pasif.
2.5 Hukum Eutanasia pada Beberapa Negara di Dunia
Sejauh ini, eutanasia
telah menjadi perdebatan
hangat dan banyak bermunculan kelompok-kelompok yang pro
maupun yang kontra terhadap praktek
pencabutan nyawa
ini. Di beberapa
Negara di dunia,
eutanasia telah dilegalkan dan diatur
dengan prosedur-prosedur khusus
misalnya diNegara Belanda
dan Belgia serta ditoleransi
di Negara bagian
Oregon di Amerika,
Kolombia dan Swiss, namun
di beberapa Negara
dinyatakan sebagai kejahatan
seperti di Spanyol, Jerman dan
Denmark termasukdi Indonesia.
a. Indonesia
Berdasarkan hukum
di Indonesia maka
eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini
dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan
yang ada yaitu
pada Pasal 344
Kitab Undang-undang Hukum
Pidana yang menyatakan bahwa
"Barang siapa menghilangkan
nyawa orang lain
atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya 12 tahun".
Juga demikian halnya nampak
pada pengaturan pasal-pasal
338, 340, 345,
dan 359 KUHP
yang juga dapat dikatakan memenuhi
unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara
formal hukum yang
berlaku di Negara
kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh
siapa pun.
Ketua umum pengurus
besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu
pernyataannya yang dimuat oleh majalah
Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan
bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa
penderitaan" hingga saat
ini belum dapat
diterima dalam nilai
dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
"Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang
masih berlaku yakni KUHP.
b. Belanda
Pada tanggal
10 April 2001
Belanda menerbitkan undang-undang
yang mengizinkan eutanasia, undang-undang
ini dinyatakan efektif
berlaku sejak tanggal 1
April 2002
yang menjadikan
Belanda menjadi Negara
pertama di dunia yang
melegalisasi praktik eutanasia.
Pasien-pasien yang mengalami
sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri
penderitaannya.
Tetapi perlu
ditekankan, bahwa dalam
Kitab Hukum Pidana
Belanda secara formal eutanasia
dan bunuh diri
berbantuan masih dipertahankan
sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan
berjudul "The Slippery
Slope of Dutch
Eutanasia" dalam
majalah Human Life
International Special Report
Nomor 67, November 1998, halaman
3 melaporkan bahwa
sejak tahun 1994
setiap dokter di
Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di
pengadilan asalkan mengikuti
beberapa prosedur yang
telah ditetapkan. Prosedur
tersebut adalah
mengadakan konsultasi
dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan
menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993,
Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus
eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu
akan menilai betul
tidaknya prosedurnya. Pada
tahun 2002, sebuah konvensi
yang berusia 20
tahun telah dikodifikasi
oleh undang-undang belanda, dimana
seorang dokter yang
melakukan eutanasia pada
suatu kasus tertentu tidak akan
dihukum.
c. Belgia
Parlemen Belgia
telah melegalisasi tindakan
eutanasia pada akhir September 2002.
Para pendukung eutanasia
menyatakan bahwa ribuan
tindakan eutanasia setiap tahunnya
telah dilakukan sejak
dilegalisasikannya tindakan
eutanasia diNegara ini,
namun mereka juga
mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia
ini sehingga timbul
suatu kesan adaya
upaya untuk menciptakan
"birokrasi kematian".
Belgia kini
menjadi Negara ketiga
yang melegalisasi eutanasia
( setelah Belanda dan Negara
bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis
yang merupakan salah
satu penyusun rancangan
undang-undang tersebut
menyatakan bahwa seorang
pasien yang menderita
secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang
memiliki hak penuh untuk memutuskan
kelangsungan hidupnya
dan penentuan saat-saat akhir hidupnya
d. Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat
pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan
eutanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini
tidak bertahan lama.
Pada tahun 1995
Northern Territory menerima UU
yang disebut "Right
of the terminally
ill bill" (UU
tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini
beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret
1997 ditiadakan oleh
keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
e. Amerika
Eutanasia agresif
dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya
Negara bagian di Amerika yang hukumnya
secara eksplisit mengizinkan pasien terminal
( pasien yang
tidak mungkin lagi
disembuhkan) mengakhiri
hidupnya adalah Negara
bagian Oregon, yang
pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan
dilakukannya eutanasia dengan
memberlakukan UU tentang kematian
yang pantas (Oregon
Death with Dignity
Act). Tetapi undang-undang ini
hanya menyangkut bunuh
diri berbantuan, bukan
eutanasia.
Syarat-syarat yang
diwajibkan cukup ketat,
dimana pasien terminal
berusia 18 tahun ke
atas boleh minta
bantuan untuk bunuh
diri, jika mereka
diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus
diajukan sampai tiga kali pasien, dimana
dua kali secara
lisan (dengan tenggang
waktu 15 hari
di antaranya) dan sekali
secara tertulis (dihadiri
dua saksi dimana
salah satu saksi tidak
boleh memiliki hubungan
keluarga dengan pasien).
Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis
penyakit dan prognosis
serta memastikan bahwa pasien
dalam mengambil keputusan
itu tidak berada
dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga
mengatur secara tegas
bahwa keputusan pasien
untuk mengakhiri hidupnya tersebut
tidak boleh berpengaruh
terhadap asuransi yang dimilikinya baik
asuransi kesehatan, jiwa
maupun kecelakaan ataupun
juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas
apakah undang-undang Oregon
ini bisa dipertahankan
di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU
Negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya
sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu
sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah
lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll)
menunjukkan bahwa 60%
orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
f. Republik Ceko
Di Republik
Ceko eutanisia dinyatakan
sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan
setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan
Kitab Undang-undang Hukum
Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri
Pospíšil bermaksud untuk memasukkan eutanasia
dalam rancangan KUHP
tersebut sebagai suatu
kejahatan dengan ancaman pidana
selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite
hukum Negara tersebut
merekomendasikan agar pasal
kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
g. Cina
Di China, eutanasia
saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama
kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng"
meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang
sakit. Akhirnya polisi
menangkapnya juga si
dokter yang melaksanakan permintaannya, namun
6 tahun kemudian
Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme
People's Court) menyatakan
mereka tidak bersalah.
Pada tahun 2003, Wang
Mingcheng menderita penyakit
kanker perut yang
tidak ada kemungkinan untuk
disembuhkan lagi dan
ia meminta untuk
dilakukannya eutanasia atas dirinya
namun ditolak oleh
rumah sakit yang
merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.
2.6 Pandangan Agama terhadap Praktek Eutanasia
a. Dalam ajaran Agama Islam
Seperti Agama
yang luhur, Islam
mengakui hak seseorang
untuk hidup dan mati, namun hak
tersebut merupakan anugerah Allah kepada
manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang
lahir dan kapan
ia mati (QS
22: 66; 2: 243).
uqèdur üÏ%©!$# öNà2$uômr& §NèO öNä3çGÏJã ¢OèO öNä3Íøtä 3 ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Öqàÿx6s9 ÇÏÏÈ
66. dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian
mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), Sesungguhnya manusia itu,
benar-benar sangat mengingkari nikmat.
* öNs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# (#qã_tyz `ÏB öNÏdÌ»tÏ öNèdur î$qä9é& uxtn ÏNöqyJø9$# tA$s)sù ÞOßgs9 ª!$# (#qè?qãB §NèO óOßg»uômr& 4 cÎ) ©!$# rä%s! @@ôÒsù n?tã Ĩ$¨Z9$# £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Y9$# w crãà6ô±o ÇËÍÌÈ
243. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar
dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut
mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu"[154],
kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia
terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
[154] Sebahagian ahli
tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati di sini dengan
mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang lain mengartikannya
dengan mati semangat.
Oleh karena itu, bunuh
diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada
teks dalam Al
Quran maupun Hadis
yang secara eksplisit
melarang bunuh diri. Kendati
demikian, ada sebuah
ayat yang menyiratkan
hal tersebut,
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# wur (#qà)ù=è? ö/ä3Ï÷r'Î/ n<Î) Ïps3è=ökJ9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ
195. dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
dan dalam ayat lain
disebutkan,
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
[287] Larangan membunuh
diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang
lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
"Janganlah engkau
membunuh dirimu sendiri," (QS
4: 29), yang makna
langsungnya adalah "Janganlah kamu
saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang
Muslim (dokter) yang
membunuh seorang Muslim
lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran
Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir
al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit,
karena kasih sayang,
dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan
cara positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama
tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa
tidak ada suatu
alasan yang membenarkan
dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan
berdasarkan belas kasihan
(mercy killing) dalam alasan apapun juga.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari beberapa paparan
di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
a. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani
‘eu’ yang artinya baik dan ‘thanatos’
yang berarti kematian,
sehingga istilah eutanasia
secara singkat dapat diartikan sebagai ‘kematian yang
baik’.
b. Terdapat
dua prinsip utama
dalam standar prosedur
euthanasia, yaitu secara fisik
(misalnya dengan pemutusan
leher, perusakan otak,
atau penembakan kepala) dan
secara kimiawi (dengan
teknik inhalasi gas
beracun atau suntik subtansi kimia mamatikan)
c. Eutanasia
memiliki berbagai klasifikasi
berdasarkan beberapa katagori tertentu.
d. Pada beberapa Negara euthanasia telah
dilegalkan sebagai salah satu tindakan medis,
di beberapa Negara
yang lain, euthanasia masih
digolongkan sebagai tindakan
criminal, termasuk di Indonesia.
e. Pada
umumnya agama menolak
dilakukannya euthanasia, karena
dianggap mendahului kehenda Tuhan, sebab, hidup dan mati ada di tangan
Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jawi, M.S.
Euthanasia Menurut Hukum
Islam. (Online), (http://www.khilafah1924.org, diakses 28
Oktober 2010)
Euthanasia. (Online).
(http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses
24 Oktober 2010)
Euthanasia. (Online).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia
diakses 24 Oktober 2010)
Franson, J.C.
2004. Chapter 5
Euthanasia.(Online),
(http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 29 Oktober 2010).
Rietveld, R.
2003. Methods of
Euthanasia: On Farm
Euthanasia of Cattle
and Calves. Animal Care
Specialist/OMAF. (Online), (http://www.gov.on.ca, diakses 29 Oktober
2010)
0 Comments