Pengertian Jual Beli dan Ruang lingkupnya Menurut Islam
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar.
Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu
barang dengan barang yang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Jual
beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan
sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan
secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang
dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik
penjual.
Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW ditanya oleh seorang sahabat
tentang pekerjaan yang paling baik. Beliau menjawab, pekerjaan terbaik
adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan jual beli
yang dilakukan dengan baik. Jual beli hendaknya dilakukan oleh pedagang
yang mengerti ilmu fiqih. Hal ini untuk menghindari terjadinya penipuan
dari ke dua belah pihak. Khalifah Umar bin Khattab, sangat memperhatikan
jual beli yang terjadi di pasar. Beliau mengusir pedagang yang tidak
memiliki pengetahuan ilmu fiqih karena takut jual beli yang dilakukan
tidak sesuai dengan hukum Islam.
Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami perkembangan. Di
pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil
barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan
penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga barang atau label harga
pada barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (kabul) berupa
tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya.
2. Hukum Jual Beli
Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli
juga dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai
sekarang. Jual beli mengalami perkembangan seiring pemikiran dan
pemenuhan kebutuhan manusia. Jual beli yang ada di masyarakat di
antaranya adalah: a) jual beli barter (tukar menukar barang dengan
barang); b) money charger (pertukaran mata uang); c) jual beli kontan
(langsung dibayar tunai); d) jual beli dengan cara mengangsur (kredit);
e) jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk
mendapat harga tertinggi).
Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum
jual beli dalam agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh).
Allah SWT telah menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan
syari’at-Nya. Dalam Surah al-Baqarah ayat 275 Allah SWT berfirman:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّﺒﯜا
Artinya :
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. al-Baqarah: 275)
Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat agama
Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu
pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas
dasar suka sama suka, bukan karena paksaan. Hal ini dijelaskan oleh
Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29.
yang Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka di
antara kamu.” (QS. An-Nisa : 29)
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ. رواه ابن ماجه
Artinya :
Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya
jual beli itu didasarkan atas saling meridai.(H.R. Ibnu Maajah).
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
(1)Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;
(2)Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang;
(3)Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual;
(4)Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan.
Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual
beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak
ketentraman masyarakat.
Jual beli dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli.
Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila
salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat
dilakukan. Menurut sebagian besar ulama, rukun jual beli ada empat
macam, yaitu:
a)Penjual dan pembeli
b)Benda yang dijual
c)Alat tukar yang sah (uang)
d)Ijab Kabul
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan,
misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp 5.000,00”. Sedangkan kabul
adalah perkataan pembeli dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli
barang itu seharga Rp 5.000,00”. Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab
dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang
sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang
terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang
diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.
4. Syarat sah jual beli
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual
dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan
dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang
yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah
kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah
Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh
karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual
dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
a)Penjual dan pembeli
(1)Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam
jual beli. Allah swt.berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 5 :
وَﻻَ تُؤْ تُوْاالسُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَمًا
Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupanmu.(Q.S.an-Nisaa’:5)
(2)Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ﺍٰمَنُوْاﻻَ
تَأْكُلُوْا أَمْوَآلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَاطِلِ اِﻻﱠ أَنْ تَكُوْنَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisaa’: 29)
(3)Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
(4)Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa, akan tetapi anak-anak
yang belum baligh dibolehkan melakukan jual beli untuk barang-barang
yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran.
b)Syarat uang dan barang yang dijual
(1)Keadaan barang suci atau dapat disucikan.
(2)Barang yang dijual memiliki manfaat.
(3)Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk dijual. Rasulullah bersabda:
ﻻَ بَيْعَ اِﻻﱠ فِيْمَا تُمْلِكُ رواه ابو داود
Artinya :
Tidak Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki.(H.R. Abu Daud dari Amr bin Syu’aib)
(4)Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli.
(5)Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
c)Ijab kabul
Ijab adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul adalah perkataan
pembeli barang. Dengan demikian, ijab kabul merupakan kesepakatan antara
penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka. Ijab dan kabul dikatakan
sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
(1)Kabul harus sesuai dengan ijab;
(2)Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan mengenai ukuran dan harganya;
(3)Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan
akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp 10.000,00 jika
saya menemukan uang”.
(4)Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji.
5.Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang
Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah :
a. telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli
b. jenis barang yang dijual halal
c. jenis barangnya suci
d. barang yang dijual memiliki manfaat
e. atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f. saling menguntungkan
Adapun bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam agama Islam karena merugikan masyarakat di antaranya sebagai berikut:
a. memperjualbelikan barang-barang yang haram
b. jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c. jual beli barang curian
d. jual beli dengan syarat tertentu
e. jual beli yang mengandung unsur tipuan
f. jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g. jual beli barang untuk ditimbun
6. Khiyar
Dalam jual beli sering terjadi penyesalan di antara penjual dan pembeli.
Penyesalan ini terjadi karena kurang hati-hati, tergesa-gesa atau
sebab lainnya. Untuk menghindari penyesalan dalam jual beli, maka Islam
memberikan jalan dengan khiyar. Khiyar adalah hak untuk meneruskan jual
beli atau membatalkannya. Maksudnya, baik penjual atau pembeli mempunyai
kesempatan untuk mengambil keputusan apakah meneruskan jual beli atau
membatalkannya dalam waktu tertentu atau karena sebab tertentu. Khiyar
dalam jual beli ada tiga macam yaitu:
(1)Khiyar majlis
Khiyar majlis adalah hak bagi penjual dan pembeli yang melakukan akad
jual beli untuk membatalkan atau meneruskan akad jual beli selama mereka
masih belum berpisah dari tempat akad. Apabila keduanya telah berpisah
dari satu majlis, maka hilanglah hak khiyar majlis ini. Rasulullah SAW
bersabda:
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّّقَّا. رواه البخرى
Artinya:
Dua orang yang berjual beli, boleh memilih (akan meneruskan jual beli
atau tidak) selama keduanya belum berpisah dari tempat akad. (H.R. Bukhori dari Hakim bin Hizam)
(2)Khiyar syarat
Khiyar syarat adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang atau
masing-masing orang yang melakukan akad untuk membatalkan atau
menetapkan jual belinya setelah mempertimbangkan dalam 1, 2, atau 3
hari. Setelah waktu yang ditentukan tiba, maka jual beli harus segera
ditegaskan untuk dilanjutkan atau dibatalkan. Waktu khiyar syarat selama
3 hari 3 malam terhitung waktu akad. Sabda Rasulullah Muhammad SAW:
اَنْتَ فِي كُلُّ سِلْعَةٍ اِبْتَعْتَهَا بِاِ لْخِيَارِﺛَﻼَثَ لَيَالٍ. رواه ابن ماجه
Artinya:
Engkau boleh berkhiyar pada semua barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam.(H.R. Ibnu Majah dari Muhammah bin Yahya bin Hibban)
(3)Khiyar ‘aibi
Khiyar ‘aibi adalah hak untuk memilih meneruskan atau membatalkan jual
beli karena ada cacat atau kerusakan pada barang yang tidak kelihatan
pada saat ijab kabul. Pada masa sekarang, untuk memberikan pelayanan
yang memuaskan kepada pembeli, para produsen dan penjual barang biasanya
memberikan jaminan produk atau garansi. Pemberian garansi juga
dimaksudkan untuk menghindari adanya kekecewaan pembeli terhadap barang
yang dibelinya. Berkaitan dengan khiyar ‘aibi ini, Rasulullah SAW
memberikan tuntunan dengan sabdanya :
عَنْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
اَنَّ رَﺠُﻼً اِبْتَاعَ ﻏُﻼَمًا فَاَقَامَ عِنْدَهُ مَاشَآءَ اللهُ اَنْ
يُقِيْمَ ثُمَّ وَجَدَ بِهِ عَيْبًا فَخَاصَمَهُ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّهُ عَلَيْهِ. رواه ابو داود
Artinya:
Dari Aisyah r.a. berkata bahwasanya seorang laki-laki telah membeli
seorang budak, budak itu tinggal beberapa lama dengan dia, kemudian
kedapatan bahwa budak itu ada cacatnya, terus dia angkat perkara itu
dihadapan Rasulullah saw. Putusan dari beliau, budak itu dikembalikan
kepada penjual (H.R. Abu Dawud)
Khiyar diperbolehkan oleh Rasulullah Muhammad SAW karena memiliki
manfaat. Di antara manfaat khiyar adalah untuk menghindari adanya rasa
tidak puas terhadap barang yang dibeli, menghindari penipuan, dan untuk
membina ukhuwah antara penjual dan pembeli. Dengan adanya khiyar,
penjual dan pembeli merasa puas.
Demikian artikel tentang pengertian jual beli, hukum jual beli, rukun
jual beli, syarat jual beli serta khiyar semoga dapat menambah wawasan
kita bersama. Pembahasan lain berkaitan dengan agama Islam dapat anda
baca di artikel kami yang lain
0 Comments