UNDIAN
DAN LOTERE DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM
oleh : m nurul wahid anwar
a.
Undian
Dalam
kamus bahasa Indonesia, undian diartikan dengan sesuatu yang diundi : lotere.
Sedangkan dalam ensiklopedi Bahasa Indonesia, dlisebutkan bahwa lotere berasal
dari bahasa Belanda (loterij), yang artinya undian berhadiah, nasib,
peruntungan. Dalam Bahasa Inggris juga terdapat kata “lottery”, yang berarti
undian. Mengacu pada pengertian di atas, kata undian itu bersinonim dengan
lotere. Dimana dalam lotere terdapat unsur spekulatif (untung-untungan mengadu
nasib). Namun di masyarakat, kata undian dan lotere pengertiannya dibedakan,
sehingga hukumnya-pun berbeda. Kalau dalam undian, tidak ada pihak yang
dirugikan, oleh karena itu, hukumnya-pun menjadi boleh, seperti undian
berhadiah dari suatu produk di televisi. Sedangkan lotere ada pihak yang
dirugikan, oleh karena itu hukumnya haram.
Ada
yang menganggap bahwa undian adalah sama dengan judi, dengan menggunakan ayat
dalam surat Al-Maidah ayat 3 atau menyamakan al-Azlam dengan al-Maisir. Padahal
yang dimaksud dengan azlam adalah mengundi nasib dengan panah yang biasa
dilakukan oleh orang-orang Quraisy. Jadi undian semacam ini adalah upaya untuk
dapat mengetahui sesuatu yang sifatnya ghaib yang hanya dimiliki oleh Allah SWT
yang dilakukan dengan cara mengundi anak panah tersebut,. Undian yang semacam
inilah yang dilarang oleh islam, karena disini terdapat perbuatan syirik.
Adapun
undian yang dimaksudkan untuk dapat menentukan bagian sesuatu yang sifatnya
konkret, seperti yang dilakukan oleh orang-orang arab jahiliyyah tersebut,
itulah yang dilarang oleh agama.
Permasalahan
yang kemudian muncul ialah apakah lotere termasuk judi atau bukan. Judi atau
maisir secara terminologi memiliki arti “suatu permainan dengan memakai uang
sebagai taruhan, seperti permainan kartu”. Orang yang memenangkan permainan itu
berarti ia berhak mengambil taruhannya. Unsur yang terpenting dalam judi ialah
taruhan. Diamana dalam taruhan tersebut mengandung unsur spekulatif atau
untung-untungan dan mengakibatkan aka nada pihak yang dirugikan. Yusuf Qardhawi
mengatakan bahwa setiap permainan yang didalamnya ada taruhan yang tidak lepas
dari untung dan rugi bagi para pemainnya, maka hal itu adalah judi atau maisir
dan hokum judi dengan tegas diharamkan. Firman Allah SWT:
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalh perbuatan keji dan termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan tersebut agar kamu mendapat
keberuntungan” (Q.S Al-Maidah : 90)
Dengan
tegas dijelaskan pada ayat di atas, bahwa judi termasuk perbuatan syaitan, dan
syaitan akan menjerumuskan manusia kepada kejahatan. Dengan demikian, judi akan
membawa manusia kepada perbuatan jahat, permusuhan dan kebencianserta
melalaikan ibadah. Hal ini disebutkan dalam ayat selanjutnya yaitu. Firman
Allah SWT:
“Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu)”.(Q.S
Al-Maidah: 91)
Menurut
H.S Muchlis, ada dua unsur yang merupakan syarat formal untuk dinamakan judi,
ialah:
1.
Ada dua pihak yang masing-masing terdiri dari dua orang atau lebih yang bertaruh,
yang menang dibayar oleh yang kalah menurut perjanjian tertentu.
2.
Menang atau kalah dikaitkan dengan kesudahan sesuatu peristiwa yang berbeda
diluar kekuasaannya atau di luar pengetahuan terlebih dahulu dari para petaruh.
Berdasarkan
rumusan di atas, maka jika dua kesebelasan bola yang bertanding yang oleh
sponsor akan diberikan hadiah kepada yang menang, ini bukan termasuk judi
karena tidak ada pihak yang bertaruh. Contoh lainnya, jika ada dua orang yang
bermain catur dan mengadakan perjanjian, siapa yang kalah akan membayar kepada
yang menang sejumlah uang, juga tidak dinamakan perjudian, sebab pertandingan
itu merupakan adu kekuatan atau keterampilan/kepandaian. Tetapi bila para
penonton yang bertaruh siapa diantara dua kesebelasan atau emain yang menang,
maka itulah yang dinamakan perjudian.
Berdasarkan
Q.S Al-Maidah: 90-91, Yusuf Qardhawi merinci dampak negatif yang ditimbulkan
oleh judi. Menurutnya, judi dapat membuat pelakunya tergiur dengan keuntungan,
terlena dengan khayalan yang kosong, terbiasa memakan harta dengan cara yang
bathil, mengakibatkan permusuhan, menyia-nyiakan waktu, menciptakan
manusia-manusia yang malas dan melalaikan kewajiban.
b.
Bentuk-bentuk Lotere dan Hukumnya
Menurut
Fuad Fahruddin, tujuan utama dari lotere adalah mengumpulkan uang sebanyak
mungkin, untuk melaksanakan suatu proyek untuk suatu kepentingan masyarakat,
seperti menyediakan rumah yatim piatu, panti jompo, dan bangunan social
lainnya. Dana yang terkumpul dari pemasangan lotere ini lebih besar jumlahnya dan
lebih besar disbanding dengan hadiah yang akan diberikan kepada pemenang
lotere. Menurut Fuad lotere seperti ini tidak termasuk judi, karena lotere
seperti ini meliputi dua bidang, pertama, mengumpulkan derma, dan ini dapat
terlaksana dengan menjual lotere. Kedua membagi sisa uang derma kepada pemenang
lotere sebagai pendorong untuk mengumpulkan pendermaan.
Dua
alasan yang diberikan fuad yaitu. Pertama, lotere yang dananya digunakan untuk
dana sosial, hukumnya boleh, dalam hal ini lotere hanya sebagai alat saja, agar
menarik para donator. Kedua, tidak dilakukan secara berhadap-hadapan.
Lebih
lanjut, Ibrahim Husain menambahkan tentang kehalalan lotere. Selain tidak
berhadap-hadapan, menurutnya kehalaln lotere karena pada lotere tidak ada unsur
permusuhan dan kebencian seperti yang terdapat dalam judi.
Rasyid
Ridha mengingatkan bahwa dalil syar’i yang mengharamkan semua perjudian
termasuk lotere atau undian itu adalah yang qath’I dilalah, artinya dalil yang
sudah pasti akan keharaman perjudian sehingga tidak dapat diragukan
lagikeharamannya. Hanya saja, ada lotere atau undian yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau lembaga social non pemerintah yang bertujuan semata-mata untuk
menghimpun dana guna kepentingan umum maupun Negara. Misalnya untuk membangun rumah
sakit, sekolah, ,meringankan beban fakir miskin, dan sebagainya itu bisa jadi
tidak termasuk perjudian, karena tidak jelas adanya orang yang memakan harta
orang lain dengan cara bathil (karena tanpa pertukaran/uang/barang/jasa yang
bermanfaat) pada lotere atau undian untuk kepentingan umum atau Negara kecuali
untuk beberapa orang yang mendapat hadiah karena kecocokan nomornya.
Akan
tetapi hal yang perlu dicermati di Indonesia adalah pernah beredar SDSB
(sumbangan dana sosial berhadiah) yang dananya digunakan untuk meningkatkan
prestasi olah raga di Indonesia. Menurut Ibrahim Husein, lotere semacam ini
tidak termasuk judi, karena pelaksanaannya tidak dilakukan secara
berhadap-hadapan. Ibrahim Husein hanya melihat dari satu sudut saja. Menurut
Safiuddin Shidik, SDSB ketika itu sangat berdampak negatif terhadap moral,
aqidah dan perekonomian orang lemah. Banyak pelaku lotere yang mendatangi
dukun, menginap di kuburan, menanyakan kepada orang gila untuk menanyakan nomor
lotere yang akan keluar. Dan menurut pengamatan beliau, SDSB banyak dibeli oleh
orang yang berada dalam perekonomian lemah. Mereka dibayangi oleh keinginan
mendapatkan hadiah yang menggiurkan sampai malas untuk bekerja. Melihat dampak
tersebut, maka jumhur ulama di Indonesia mengharamkannya. Dan pemerintah pun
membubarkannya.
Di
Indonesia juga pernah dikenal beberapa jenis lotere diantaranya adalah:
1.
Lotto dan Nalo, pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian
dengan unsur-unsur:
a.
Pihak yang mendapat hadiah sebagai pemenang.
b.
Pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
2.
Oleh karena Lotto dan Nalo, adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian,
maka berlaku nash syarih dalam Q.S Al-Baqarah ayat 219 yaitu:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduannya lebih besar
dari manfaatnya”. (Q.S Al-Baqarah: 219)
3.
Mukhtamar mengakui bahwa hasil Lotto dan Nalo yang diambil oleh pihak
penyelenggara mengambil manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian hasil itu
benar-benar digunakan bagi pembangunan.
4.
Bahwa mudharat dan akibat yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan
perjudian dalam masyarakat, jauh lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh
dari penggunaan hasilnya.
Hassan
Bandung berpendapat bahwalotere dengan beberapa bentuknya adalah haram, karena
termasuk judi, maka hukumnya haram. Tetapi jika terlanjur memasang lotere dan
menang, maka bagiannya harus diambil, karena dikhawatirkan jika tidak diambil,
hasil lotere itu akan jatuh ke pihak non muslim dan akan dipergunakan untuk
menghancurkan umat islam sendiri.
Sedangkan
majelis tarjih Muhamadiyyah berpendapat bahwa lotere mempunyai tiga unsur,
yaitu membeli, meminta keuntungan, dan mengadakannya. Membeli lotere
madharatnya lebih besar dari manfaatnya. Demikian unsur ini haram. Sedangkan
unsur kedua dan ketiga, Muhamadiyyah menyerahkan hukumnya pada masing-masing
cabang.
Menurut
Safiuddin Siddiq, lotere yang mengakibatkan ada pihak yang dirugikan dan
diuntungkan itu telah jelas keharamannya, tapi untuk model kedua, dimana lotere
hanya dijadikan alat untuk mengumpulkan dana demi kepentingan social ini harus
dipertimbangkan manfaat dan mudharatnya. Beliau menganggap lotere lebih banyak
mengandung mudharat dari pada manfaat. Karena dengan kebiasaan bermain lotere
akan mengakibatkan dan membentuk mental manusia yang lemah dan malas, serta
memancing seseorang dalam mencari jalan kekayaan tanpa berusaha. Terlebih
lotere banyak juga dilakukan oleh para pelajar, hal ini dapat berakibat fatal
terhadap moral dan masa depan bangsa. Melihat pertimbangan sepanjang itu,
beliau beranggapan bahwa segala hal yang mengandung unsur spekulatif,
untung-untungan serta ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan, serta
berdampak negatif bagi mental dan moral itu termasuk judi yang diharamkan,
termasuk semua jenis lotere.
0 Comments